Kabid Bina Marga Dinas PUPR Batanghari/foto:ist |
Dikatakannya, sanksi denda 1/mil tersebut dihitung dari sisa persentase pengerjaan proyek PinDa, hal tersebut mengacu pada peraturan presiden no 16 tahun 2018.
“Misalnya anggaran pekerjaan jalan Rp 1 miliar, tapi progres pekerjaan sudah 70 persen, maka yang dihitung 1 per-mil dari sisa pekerjaan. Berarti Rp 300 juta itu yang dihitung, perharinya dikenakan Rp 300 ribu. Bukan dihitung dari total anggaran,” paparnya kepada media ini, Kamis (05/01/2023).
Alasan menggunakan rumusan tersebut, karena proyek yang dikerjakan oleh rekanan secara fungsional bisa digunakan meskipun belum selesai pengerjaannya.
“Karena jalan yang sudah setengah dibangun oleh rekanan, sudah bisa difungsikan. Beda kalau yang dikerjakan oleh rekanan itu berupa gedung, hitungannya harus 100 persen anggaran,” ujarnya.
Dikatakannya, dari semua paket pekerjaan Proyek Pinda yang addendum, pihak PUPR tidak akan memberikan toleransi penghapusan denda.
“Denda tetap kita diberlakukan, karena acuannya perpres nomor 16 tahun 2018. Kita harap, rekanan segera menyelesaikan proyek PinDa ini sebelum batas waktu addendum berakhir,” sambungnya.
Untuk saat ini, dikatakan Dedi, semua pekerjaan proyek PinDa yang addendum progresnya rata-rata berada diangka 70 persen.
“Sedikit kita ralat, tiga proyek PinDa di daerah Suak Putat, Pematang Gadung dan Bajubang sudah mendekati 100 persen, bukan sepenuhnya selesai, dan kemarin pihak BPKP sudah turun untuk melakukan pemeriksaan,” tutupnya.
Untuk sistem pembayaran denda pun Dedi mengaku belum tahu secara pasti skemanya. Sebab rekanan saat ini mengerjaan proyek dengan modal sendiri, belum menggunakan anggaran yang sudah disiapkan oleh Pemda Batanghari.
“Apakah nanti dibayar full dulu baru dipotong denda, atau nanti kita langsung potong dari SPM-nya. Masih didiskusikan,” pungkasnya.(ANI)