MFA dan H Bakhtiar/foto:ist |
Dari 100 persen total suara yang masuk, paslon nomor urut 2 ini berhasil mengantongi 114.229 suara, sementara kotak kosong meraih 33.002 suara. Atau dalam persentase, 77,58% paslon Fadhil-Bakhtiar, 22,42 persen memilih kotak kosong. Kemenangan pasangan calon itu juga diraih atas 69,62 persen partisipan dari 218.007 DPT Batanghari.
Dalam press conference-nya, Fadhil mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh masyarakat Batanghari yang telah kembali memberikan kepercayaan kepada mereka berdua untuk memimpin Kabupaten Batanghari.
“Tentunya ini menjadi beban, menjadi tanggung jawab kami bersama Bang Bakhtiar dan jajaran Pemkab Batanghari untuk bekerja lebih baik lagi. Bahwa, tingginya harapan masyarakat, tingginya kepercayaan masyarakat ini harus dijawab dengan kerja keras yang akan mendatangkan manfaat luar biasa bagi masyarakat Batanghari,” bebernya.
Terkait adanya masyarakat yang tidak datang ke TPS dan juga memilih kotak kosong, Fadhil mengemukakan bahwa selama sosialisasi masa kampanye, ia tidak cendrung mengajak masyarakat untuk memilih dirinya dan Bakhtiar. Tetapi, bagaimana meyakinkan pemilih untuk hadir ke TPS.
“Karena sebagian orang menganggap pilkada sudah selesai dengan adanya calon tunggal. Diawal survey kami, tingkat keinginan masyarakat untuk hadir ke TPS hanya berada diangka 47 persen, dan alhamdulillah hari ini tembus 69 persen,” bebernya.
Lanjutnya, masyarakat yang memilih kotak kosong merupakan juga bagian dari demokrasi. Bahkan Fadhil dulunya sempat takut atau khawatir dengan tidak adanya kompetitor atau lawan. Sebab itu menjadi kendala untuk memitigasi stabilitas politik daerah.
“Tapi dngan hadirnya ruang pilihan dengan gambar kosong oleh KPU, ternyata petanya lebih jelas. Karena dalam politik hanya dua pilihan, koalisi atau oposisi, tidak bisa mengambil keduanya, atau pun berada di tengah-tengah,” kata Fadhil.
“Seiring proses Pilkada berlangsung kita temui bahwa kotak kosong ada yang menggerakan. Ini bagian dari demokrasi, bahwa dia boleh bergerak ke arah yang berbeda, yang tidak tahu itu menjadi positif atau negatif, tapi dibolehkan dalam demokrasi,” pungkasnya. (ANI)