![]() |
Berita acara yang disepakati oleh para RT, Kades, Lurah untuk perusahaan/foto:ist |
Hal itu diakui oleh salah satu Kades yang ikut menandatangani surat kesepakatan tersebut.
"Batal. Karena sudah dikoordinasikan," ungkap Kades Napal Sisik, Dedi Rosadi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Lurah Sridadi, Muhayat. Dikatakannya, surat yang beredar tersebut merupakan kesepakatan antara mereka dengan warga yang terdampak oleh aktivitas angkutan perusahaan tersebut.
"Surat yang beredar kemarin, itu baru kesepakatan dengan warga yang terdampak. Hasil rapat tersebut kita bahas lagi dengan mengundang pihak perusahaan. Jadi keputusan itu bukan keputusan mutlak," bebernya.
Sementara itu, menurut Dinas Perhubungan melalui Kabid Lalu Lintas, Riki mengatakan, awalnya pihak perusahaan bertanya kepada Dishub Batanghari bagaimana mengurus Surat Izin Penggunaan Jalan (SIPJ) untuk penggunaan jalan Pemda Batanghari.
"Kami menyarankan agar mereka meminta persetujuan dari masyarakat desa dan kelurahan sekitar terlebih dahulu. Namun setelah mereka berdiskusi, ternyata sampai saat ini SIPJ belum juga diurus, mereka hanya bermodalkan surat pernyataan itu. Bahkan point-point yang dituliskan mereka itu di luar saran kami," kata Riki.
Lanjut dia, saat ini pun pihak Dishub sudah menyurati Pemdes, PemKel Sridadi, dan tiga perusahaan itu untuk mengikuti rapat bersama Pemda Batanghari untuk membahas regulasi penggunaan jalan kabupaten oleh angkutan perusahaan.
"Besok pagi akan kami rapatkan, semuanya kita panggil, Pemdes, Pemkel Sridadi, perusahaan. Dan juga akan kita bahas terkait surat pernyataan yang beredar belakangan ini. Besok pagi rapat di ruangan Sekda Batanghari jika tidak ada perubahan jadwal," pungkasnya.
Untuk diketahui, di tahun 2024 Pemerintah Kabupaten Batanghari melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata ruang (PUTR) baru saja melakukan rehab jalan rigid beton di Simpang Malapari.
Namun, jalan kabupaten yang baru diperbaiki dengan menelan anggaran kurang lebih sebesar Rp 14 Miliar tersebut mulai dikhawatirkan oleh warga akan kembali rusak karena kerap dilalui oleh angkutan milik tiga perusahaan di lokasi tersebut setiap harinya.
Tentunya hal ini menjadi pertanyaan bagi warga setempat, kenapa penegak aturan di Pemda Batanghari tidak memberikan tindakan tegas terhadap tiga perusahaan tersebut.
"Kemana para penegak aturan dari pemerintah daerah. Sudah jelas-jelas perusahaan itu melanggar. Kemana Dishub dan Pol PP Batanghari," ujar salah satu warga.
Lalu, tiga perusahaan pengolahan kayu yang beroperasi di lokasi tersebut yakni, PT. Sabda Kreasi, PT.STCM dan PT. KPI. Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak perusahaan terkait angkutan yang melebihi tonase tersebut. (ANI)