![]() |
Berita acara hasil musyawarah antara warga dan Pemdes Pompa Air/foto:ist |
Beberapa warga sepakat dengan inisiatif yang dilakukan oleh warga dan pemdes untuk menggalang dana demi memperbaiki jalan kabupaten tersebut. Namun ada juga beberapa warga desa luar yang bekerja sebagai petani dan pengusaha sawit merasa keberatan dengan hasil musyawarah yang hanya diputuskan oleh satu pihak.
Seperti diungkapkan oleh Lis warga Desa Bungku yang berprofesi sebagai petani sawit, musyawarah sepihak yang dilakukan oleh Pemdes Pompa Air tentunya memancing berbagai reaksi warga desa sekitar, ada yang sepakat ada juga yang merasa keberatan dengan hasil musyawarah tersebut.
“Kami selaku petani sawit dari desa Bungku agak kurang sepakat dengan keputusan sepihak ini. Mereka melakukan dan memutuskan musyawarah tanpa melibatkan kami para petani sawit,” kata dia, Rabu (09/04/2025).
Lanjutnya, Kades memimpin musyawarah tersebut seolah-olah ingin cuci tangan atas tindakan pungutan-pungutan yang telah dilakukan selama ini.
“Sebelum musyawarah ini, sejak beberapa tahun terakhir para sopir angkutan sawit selalu dipungut oleh oknum yang mendirikan pos-pos di Desa Pompa Air,” sebutnya.
Padahal, dulunya alasan berdirinya pos-pos pungutan tersebut didasari dengan alasan untuk pemeliharaan jalan yang rusak.
“Kades jangan cuci tangan ketika warganya mulai mau demo, diajaknya warga musyawarah untuk mematok pungutan ke angkutan sawit. Pungutan selama ini kemana?,” bebernya.
Sementara itu, menurut pengakuan salah satu sopir angkutan sawit yang kerap melintasi jalan-jalan tersebut mengatakan, selama ini pos-pos yang berdiri di Desa Pompa Air setiap hari selalu melakukan pungutan kepada sopir-sopir.
“Pos nya ada 4 di Desa Pompa Air tu, setoran di pos-pos pun mulai dari Rp.20 ribu sampai Rp.50 ribu. Setiap hari ada puluhan angkutan sawit dan minyak illegal yang melintas. Kemana uang yang selama ini kami setor,” ujar pria yang enggan disebutkan namanya ini, Kamis (10/04/2025).
Bahkan, ia pernah mendengar desas-desus bahwa salah satu pos yang berdiri di Desa Pompa Air dimiliki oleh pejabat desa.
“Lari uangnya kemana kalau memang ada 1 pos yang dimiliki oleh oknum pejabat desa. Toh jalan tetap rusak dan tidak diperbaiki, malah sekarang cuci tangan dengan mengajak warga untuk melakukan pungutan yang dipatok nominalnya. Selolah-seolah selama ini kami tidak pernah diminta kutipan,” kata dia.
Sambungnya, secara tidak langsung dari berita acara musyawarah itu mereka mengakui bahwa selama ini ada pos-pos pungutan liar untuk angkutan sawit dan minyak illegal yang melintas.
“Nanti setelah kami mengeluarkan iuran, pos-pos itu masih tetap berdiri, bang. Kan sama saja jadinya,” pungkasnya.
Dari informasi yang diperoleh oleh bulian.id, berdirinya pos-pos tersebut kurang lebih sudah hampir 5 tahun. Dan nominal pungutan yang dikenakan kepada angkutan sawit juga bervariasi, ada yang senilai Rp. 20 ribu, Rp.50 ribu, untuk angkutan minyak illegal kurang lebih Rp.100-150 ribu.
Mulai hari ini pun, sejumlah warga yang ikut musyawarah sudah mulai mendata kendaraaan-kendaraan tersebut. Angkutan hanya akan dipungut satu kali. Untuk angkutan sawit dikenakan pungutan senilai Rp. 1 juta dan angkutan minyak illegal senilai Rp.3 juta.
Sementara itu, saat diminta tanggapan terkait pos-pos yang berdiri selama ini dan siapa saja oknum pemilik pos tersebut, Kepala Desa Pompa Air, Yasin belum memberikan tanggapan. (ANI)